PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH II DI ANDALUSIA
A. Penaklukan Andalusia
andalusia adalah sebutan bagi semenanjung Iberia periode Islam berasal dari kata Vandalusia. Yang dikuasai BANI UMAYYAH pada masa Khalifah al-walid ibn Abd al-Malik (86-96/705-715).
Penaklukan semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang di pimpinan Tarif ibn Malik pada tahun 91/710. Dan berhasil menguasai TARIFA serta membawa banyak ghanimah, Musa ibn Nushair Gubernur Afrika Utara pada kala itu mengirimkan 7000 orang tentara di pimpinan Thariq bin ziyad mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal Thariq) pada tahun 92/7l1 .
Di atas bukit, THARIQ memberi semangat pada pasukannya,karena jumlah lawan lebih banyak. Dan mendapat tambahan 5000 orang tentara dari Afrika Utara, sehingga jumlah pasukannya menjadi 12.000 orang
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Sarado pada bulan Ramadhan
92/19 Juli 7l1 dan dapat menguasai Toledo, ibu kota Gothia Barat, pada Bulan Juni 712 Musa berangkat ke Andalusia membawa 10.000 orang tentara dan menyerang kota kecil Talavera. Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa. Pada saat itu pula Musa memaklumkan Andalusia menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Penaklukkan selanjutnya diarahkan ke kota-kota di bagian utara hingga
mencapai kaki pegunungan pyrenia. Tempat yang ingin ditaklukkan tapi tidak di restui oleh khalifah. sebelum berangkat, Musa menyerahkan kekukasaan kepada Abd al-Aziz ibn Musa. Abd al-Aziz berhasil menaklukkan Andalusia bagian timur, sehingga dengan demikian seluruh Andalusia sudah jatuh ke tangan umat Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan yang terjal dan tandus di bagian barat laut semenanjung itu.
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari Daulah Bani umayyah sampai tahun 132/750. Selama periode tersebut para Gubernur Umawiyah di Andalusia
berusaha mewujudkan impian Musa bin Nushair untuk menguasai Galia. Akan
tetapi, dalam pertempuran poitiers di dekat Tours pada tahun l 14/733 tentara
Islam di bawah pimpinan Abd ar-Rahman al-Ghafiqi dipukul mundur oleh
tentara Nasrani Eropa di bawah pimpina Karel Martel. Itulah titik akhir dari
serentetan sukes umat Islam di utara pegunungan pyrenia. setelah itu mereka
tidak pernah meraih kemenangan yang berarti dalam menghadapi serangan balik kaum Nasrani Eropa
Ketika bani umayyah runtuh andalusia menjadi satu propinsi dari bani abbas sampai Abd Al Rahman ibn muawiyyah dan memproklamasikan Umayyah II di Cardova sampai tahun 422/1031
B. Ihwal Pemerintah
Abd al rahman ibn muawiyyah lolos dari pembunuhan saat revolusi Abbasiyyah tahun 132/750. Dan di sebut ad dhakhil karena dapat menyingkirkan yusuf ibn al rahman al fihri pada tahun 138/756. Dan tahun 757 ia menghapus nama khalifah dari khatbah jumat yang di lakukan gubernur sebelumnya. Tapi beliau lebih senang di panggil dengan sebutan amir.
Selama 32 tahun ia mampu mengatasi dari dalam maupun luar dan dijuluki RAJAWALI QURAISY. Gelar amir dipertahankan sampai pemerintahan amir ke 8 abd al rahman III ( 300-350/912-961 ) dan menambahi gelar al nashir di belakang namanya.
Pada masa al-Nashir inilah Bani umayyah II mencapai puncak kejayaan dan masih dipertahankan di bawah kepemimpinan Hakam Il al-Mustanshir (350- 366/ 961-976). Ketika al-Mustanshir wafat putera Mahkota Hisyam II yang baru berusia l0 tahun dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al-Mu’ayyad. Muhammad ibn Abi Amir al-Qahthani yang diangkat menjadi Hakim Agung pada akhir kekuasaan al-Mustanshir. mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah di bawah pengaruhnva. Ia memaklumkan dirinya sebagai al malik almansur billah (366-393/976-1003)
Untuk memperkuat kedudukannya, al-Manshur menyingkirkan pangeran pangeran Bani umayyah dan pemuka-pemuka suku yang berpengaruh. Ia membentuk polisi rahasia yang terdiri dari orang-orang Barbar, sedangkan tentara khalifah yang terdiri dari orang Slavia dibubarkan dan diganti dengan
tentara baru dari orang-orang Barbar dan orang Nasrani dari Leon, castilla dan
Navarre. Garis kebijakan al-Manshur diteruskan oleh Abd al-Malik ibn Muhamrnad yang bergelar aI-MaIik aI-Mudhaffar (393-399/1033- 1009). Sampai saat itu Daulah Umayyah masih disegani oleh lawan-lawannya di belahan utara. Akan tetapi. ketika al-Mudhaffar digantikan oleh Abd al-Rahman ibn Muhammad yang bergelar al-Malik al-Nashir li Dinillah (399/1009) terjadi kemelut di dalam negeri yang menghantarkan kedaulatan Umawiyah ke tepi jurang kehancuran.
Malapetaka kehancuran mulai melanda istana ketika pemuka-pemuka
Bani umayyah memecat al-Mu’ayyad dari jabatan khalifah, karena ia bersedia memberikan jabatan tertinggi negara itu kepada al-Nashir li Dinillah sepeninggalnya kelak. Mulai saat itu perebutan kursi khilafah sudah tidak bisa
dihindari. Dalam tempo 22 tahun terjadi l4 kali pergantian khalifah, umumnya
melalui kudeta, dan lima orang khalifah di antaranya naik tahta dua kali. Daulah
umawiyah akhirnya runtuh ketika Khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang
bergelar ql-Mu’radhi (418/1027-422/103l) disingkirkan oleh sekelompok angkatan bersenjata. Para pemuka penduduk cordova segera meminta umayyah
bin Abd al-Rahman agar bcrsedia menduduki jabatan khalifah. Akan tetapi, ia
tidak sempat menikmati jabatan tertingi negara itu, karena terpaksa harus
bersembunyi untuk menyelamatkan diri dari bahaya yang mengancam dirinya. Dalam pada itu, wazir Abu al-Hazm ibn Jahwar memaklumkan penghapusan khilafah untuk selamanya karena dianggap tidak ada lagi orang yang layak atas jabatan itu. Di atas puing-puing Daulah Umayyah Andalusia memasuki babak baru yang dikenal dengan Periode Muluk al-Thawaif
C. Hubungan Luar Negeri
Bani Umayyah II telah menjalin pcrsahabatan dengan Bizantium untuk
menghadapi ancaman Bagdad. Pada masa al-Nashir, hubungan dengan negara negara tetangga diperluas. Pada tahun 334/945 Raja Otto dari Jerman telah
mengirim dutanya ke cordova. sebagaimana dilakukan Raja Prancis dan raja raja lainnya. Italia menjalin persahabatan dengan cordova setelah menderita
kerugian akibat serbuan Fathimiyah ke Genua. sebagaimana halnya Bizantium
yang ingin melepaskan Sicilia dari cengkraman kekuasaan Khalifah al-qaim bi Amrillah al-Fathimi (322-334/934-945). Kaisar Bizantium constantine Porphryogenitus (911-959) mengirimkan dutanya ke cordova pada tahun 336-
337/947-948 untuk mengikat perjanjian damai dengan al-Nashir, guna menghadapi Abbasiyah dan Fathimiyah. Hubungan dengan Bizantium ternyata
tidak terbatas hanya dalam bidang politik, sebagaimana ditunjukkan dengan andil Bizantium dalam pembuatan mihrab Masjid Agung cordova dan pembangunan al-Zahra. Bizantium pernah mengirim Nicholas untuk menerjemahkan sebuah buku kedokteran, yang dihadiahkan kepada al-Nashir,
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin yang selanjutnya diterjemahkan oleh
Ibn Syibruth ke dalam bahasa Arab.Provense adalah salah satu negara yang
merasakan langsung ancaman perluasan kekuasaan muslim di Laut Tengah. Menyadari hal itu, Raja Provense meminta bantuan kepada otto (936-973) Kaisar Jerman yangpada tahun 966 dinobatkan menjadi Kaisar Imperium Roma
Suci, untuk menghadapi ancaman tersebut. Pada tahun 345, otto mengirimkan
delegasinya ke cordova di bawah pimpinan Uskup Jean de Gorza. Al-Nashir
mengirim delegasi balasan ke Jerman dibawah pimpinan Uskup Rabi’ bin Zaid,
yang dalam catatan Spanyol lebih dikenal dengan nama Recemundo. Kondisi
politik yang demikian memberi pengaruh besar terhadap perkembangan peradaban Andalusia.
D. Komposisi Penduduk
Penduduk Andalusia terdiri dari banyak unsur, antara lain Arab, Barbar,
spanyol, Yahudi dan Slavia. Bangsa Arab dan Barbar datang ke daratan ini sejak masa penaklukan. orang-orang Arab ini terdiri dari dua kelompok besar, yaitu keturunan Arab utara atau suku Mudlari dan keturunan Arab Selatan atau suku . Yamani. Kebanyakan orang Mudlari tinggal di roledo, Saragossa, Sevilla dan valencia, sedangkan orang-orang yamani banyak bermukim di Granada, cordova, sevilla, Murcia dan Badajoz. orang-orang Barbar banyak ditempatkan di daerah-daerah perbukitan yang kering dan tandus di bagian utara negeri ini, berhadapan dengan. basis-basis kekuatan Nasrani, padahal pada saat yang sama orang-orang Arab menempati lembah-lembah subur yang jauh dari ancaman kelompok-kelompok gerilya orang-orang salib itu. oleh karena itu, wajar apabila dalam beberapa kerusuhan yang timbul salah satu penyebabnya berakar pada kemarahan orang-orang Barbar yang semakin meluas terhadap penguasa Arab yang diskriminatif . Ketidakpuasan orang Barbar ini mereda ketika al- Nashir berkuasa, namun kekecewaan mereka muncul kembali sepeninggal al- Manshur bin Abi Amir.
Penduduk keturunan Spanyol terdiri dari; (l) kelompok yang telah memeluk Islam, (2) kelompok yang tetap pada keyakinannya tapi meniru adat kebiasaan bangsa Arab, baik dalam bertingkah laku maupun bertutur kata: mereka dikenal dengan sebutan Musta’ribah dan (3) kelompok yang tetap berpegang teguh pada agamanya semula dan warisan budaya nenek moyangnya.
Tidak sedikit pemeluk agama Nasrani yang menjadi pejabat sipil maupun militer dan ada pula yang bertugas sebagai pemungut pajak. Sebagaimana umat
Nasrani, bangsa Yahudi pun menikmati kebebasan beragama yang cukup luas di
bawah kekuasaan Bani Umayyah II ini.
Kelompok lain yang tidak kalah penting dalam kehidupan politik dan
sosial budaya di Andalusia adalah golongan Slavia. Ketika al-Nashir menyadari
bahwa semangat kesukuan Arab yang berlebihan merupakan sumber perpecahan dan persengketaan, ia melimpahkan kepercayaan kepada kelompok budak itu untuk dijadikan pengawal di istananya. Mereka dididik dalam bidang kemiliteran dan diangkat menjadi tentara pemerintah. Menurut al-Maqarri jumlah mereka di istana al-zahra pada waktu itu mencapai 3750 orang. Ketika al-Manshur memberi kepercayaan yang lebih besar lagi kepada orang Barbar,
orang Slavia tersingkir dari istana. Oleh karena itu, kelompok ini segera terlibat
dalam pemberontakan tidak lama setelah al-Manshur wafat.
E. Perkembangan Kota dan Seni Bangun
Penduduk Andalusia, baik Muslim maupun bukan, memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam pembangunan negara. Oleh karena itu, Bani Umayyah II yang merupakan inti kekuasaan Islam di Andalusia, mampu menempatkan Cordova sejajar dengan Konsrantinopel dan Bagdad sebagai pusat peradaban dunia. Cordova menjadi penting sejak Samah ibn Malik al-Khaulani menjadikan kota ini sebagai ibu kota propinsi Andalusia menggantikan Sevilla pada tahun 100/719. Ia membangun tembok dinding kota, memugar jembatan tua yang dibangun oleh penguasa Romawi dan membangun kisaran air.
Ketika al-Dakhil berkuasa, Cordova menjadi ibukota negara. Ia membangun kembali kota ini dan memperindahnya, serta membangun benteng di sekeliling kota dan istananya. Supaya kota ini mendapatkan air bersih, digalinya danau yang airnya didatangkan dari pegunungan. Air danau itu selain dialirkan melalui pipa ke istana dan rumah-rumah penduduk, juga dialirkan melalui parit parit ke kolam-kolam dan lahan-lahan pertanian.
Sepeneninggal al-Dakhil Cordova terus berkembang dan menjadi salah satu kota terkemuka di dunia. Perkembangan paling pesat terjadi pada masa al Mustanshir dan al-Mu’ayyad. Pusat kota yang dikelilingi oleh dinding tembok
dengan tujuh pintu gerbangnya, pada waktu itu sudah berada di tengah, karena
berkembangnya daerah pinggiran di sekitarnya. Daerah pinggiran itu menurut
Jurji Zaidan berjumiah 21 distrik yang masing-masing memiliki banyak masjid,
beberapa pasar dan pemandian umum. sedangkan menurut Hasan Ibrahim Hasan jumlah daerah pinggiran itu tidak kurang dari 28 distrik. Adapun luas Cordova pada waktu itu sekitar 144 mil persegi; panjang 24 mil dan lebar enam mil.
Jumlah penduduk Cordova kira-kira 500.000 orang, sedangkan rumahnya
berjumlah 13.000 buah, tidak termasuk istana-istana megah, daerah pinggiran,
300 buah pemandian umum dan 3000 buah masjid. Tidak ada satu kota pun yang menandingi Cordova pada waktu itu selain Bagdad. Menurut Jurji zaidan
penduduk Cordova (termasuk daerah pinggiran) pada masa al-Manshur bin Abi Amir kira-kira dua juta orang. Bangunannya berjumlah 124.503 buah, terdiri dari 113.000 rumah penduduk,430 buah istana,6.300 rumah pegawai negeri.3.873 buah masjid dan 900 buah pemandian umum. Seluruh jalan di Cordova pada waktu itu sudah diperkeras dengan batu dan diterangi lampu pada waktu malam. Bandingkan dengan london yang 700 tahun kemudian hampir belum ada sebuah lentera pun yang menerangi jalan di sana, juga di Paris selama berabad-abad kemudian, tebalnya lumpur di musim hujan bisa setinggi mata kaki bahkan sampai ke ambang pintu rumah.
Kebanggan Cordova tidak lengkap tanpa al-Qashr al-Kabir, al-Rushafa,
Masjid Jami Cordova, Jembatan Cordova al-Zahra dan al-Zahirah. Al-Qashr al- Kabir adalah kota satelit yang dibangun oleh al-Dakhil dan disempurnakan oleh beberapa orang pengantinya. Di dalamnya dibangun 430 gedung yang di antaranya merupakan istana-istana megah. Masing-masing istana itu diberi nama khusus, seperti al-Kamil , al-Mujaddid, al-Hair, al-Raudlah, al-Zahir, al-Ma’syuq al-Mubarak al-Rasyiq, Qashr al-Surur, al-Taj, al Badi’ dan sebagainya- Rushafah adalah sebuah istana yang dikelilingi taman yang luas dan indah, yang dibangun al-Dakhil di sebelah barat laut Cordova. Istana itu mencontoh bentuk Istana dan Taman Rushafah yang pernah dibangun oleh nenek moyangnya di Syria. Banyak tanaman pengisi taman yang sengaja didatangkan dari luar Andalusia. Seperti tuhfah Persia dan delima. Sebatang pohon palem yang hanya satu-satunya tumbuh di taman itu, mungkin palem pertama yang sejenis, dikirim dari Syria oleh Ummu Asbagh saudara perempuan al-Dakhil.
Peninggalan al-Dakhil yang hingga kini masih tegak berdiri adalah Masjid Jami cordova, didirikan pada tahun 170/786 dengan dana 80.000 dinar. Dalam tahun 177/793 Hisyam I menyelesaikan bagian utama masjid ini dan menambah menaranya. Al-Ausath, al-Nashir, al-Mustanshir darr al-Ma’shur, memperluas dan memperindahnya, sehingga menjadi masjid paling besar dan paling indah pada masanya. Menurut al-Bithuni, panjang masjid dari utara ke selatan adalah 175 meter, sedangkan lebarnya dari barat ke timur 134 meter. Masjid ini memiliki sebuah menara yang tingginya 20 meter terbuat dari marmer dan sebuah kubah besar yang didukung oleh 300 buah pilar yang terbuat dari marmer pula. Di sekeliling kubah besar itu terdapat 19 buah kubah kecil. Di muka mihrab terdapat empat buah tiang dari batu pualam yang bcrdiri bertentangan, dua berwarna hijau dan dua lagi berwarna biru. Bangunan ini tidak scluruhnya beratap, melainkan ada sebagian yang sengaja terbuka supaya cahaya dan udara segar dapat masuk ke ruangan sebanyak-banyaknya. Atap masjid didukung oleh 1293 tiang pualam bertatahkan permata, sedangkan talangnya yang berjumlah 280 buah terbuat dari perak murni. Di tengah masjid terdapat tiang agung yang menyangga l000 buah lentera. Ada sembilan buah pintu yang dimiliki masjid ini, semuanya terbuat dari tembaga, kecuali pintu maqshurah yang terbuat dari emas murni. Ketika cordova jatuh ke tangan Fernando III pada tahun 1236. masjid ini dijadikan gereja dengan nama santa Maria, tetapi di kalangan masyarakat Spanyol lebih populer dengan sebutan la Mezquita, berasal dari kata Arab al-masjid.
Dalam tahun 325/936 al-Nashir membangun kota satelit dengan nama salah seorang selirnya, al-Zahra, di sebuah bukit di pegunungan Sierra Morena, sekitar tiga mil di sebelah utara cordova. Menurut al-ldrisi, alzahra terdiri atas tiga bagian yang masing-masing dipisahkan oleh pagar tembok. Bagian atas terdiri atas istana-istana dan gedung-gedung negara lainnya, bagian tengah adalah taman dan tempat rekreasi. sedangkan di bagian bawah terdapat rumah-rumah. toko-toko, masjid-masjid dan bangunan-bangunan umum lainnya. lstana-istana al-zahra di bagian atas itu, yang terbesar di antaranya diberi nama Dar al-Raudlah.
Pembangunan kota ini memakan waktu sekitar 40 tahun dan baru selesai
pada masa al-Mustanshir. Setiap harinya menyerap tenaga kerja sekitar 10.000
orang dan l500 hewan pengangkut. Marmer yang diperlukan didatangkan dari
Numidia dan Kartago, sedangkan sokoguru-sokoguru dan bak-bak berukir emas dari Constantinopel. Arsirek dan tenaga ahli banyak didatangkan dari luar negeri, termasuk dari Konstantinopel dan Baghdad.
Kemegahan al-zahra hampir menyamai al-qashr al-Kabir. Ia dilengkapi
taman indah yang di sela-selanya mengalir air dari gunung, danau-danau kecil
berisi ikan aneka warna dan sebuah taman margasatwa berisi aneka binatang
buas dan berbagai jenis burung serta satwa-satwa lainnya. Di dalam komplek ini terdapat sebuah pabrik senjata dan pabrik perhiasan serta sebuah masjid berukuran panjang 57 meter dan lebar 30 meter. Masjid Agung al-zahra dibangun tidak beratap. selain pada mihrabnya. Mimbarnya ditempatkan pada ruangan khusus berlantai marmer merah muda, sedangkan di tengah masjid mengalir air yang tidak pernah kering. Pembangunan masjid ini melibatkan 300 orang tukang batu, 200 orang tukang kayu dan 500 orang pekerja kasar lainnya.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang pula kesusastraan Arab yang dalam arti sempit disebut adab, baik dalam bentuk puisi
maupun prosa. Di antara jenis prosa adalah khithabah, tarassul maupun karya
fiksi lainnya Beberapa contoh khithabah dari Andalusia tcrmuat dalam Nafh al-
Thayyib min Ghushn al-Andalus at-Rathib karya al-Maqarri, dan dalam Qala’id
al-Iqyan fi Mahasin al-A’yan buah pena al-Fath ibn Khaqan.
Menurut Ameer Ali “orang-orang Arab Andalusia adalah penyair-penyair
alam. Mereka menemukan bermacam jenis puisi. yang kemudian dicontoh oleh
orang-orang Kristen di Eropa Selatan.” Sebagaimana halnya di Timur, jenis
syair yang berkembang di Andalusia adalah madah, ratsa, ghazal, khimar, washf, himasah, hija, zuhd dan hikmah. Sebelum lslam masuk ke Andalusia,
orang Spanyol suka berseloka. Kedatangan Islam telah memperluas seloka seloka Spanyol yang tidak beraturan itu, sehingga lahir muwasysyah, dan muwasysyah ini melahirkan zajal.
Di antara sastrawan terkemuka Andalusia adalah Abu Amr Ahmad ibn
Muhammad ibn Abd Rabbih, lahir di cordova 246/860. Ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan
sejarah. Ia semasa dengan empat orang Khalifah Umawiyah yang bagi mereka
telah ia gubah syair-syair pujian (madah), sehingga ia memperoleh kedudukan
terhormat di istana. Pada masa al-Nashir ia menggubah 440 bait syair dengan
menggunakan bahan acuan sejarah. Ketika memasuki usia lanjut, ia menyesali
kehidupan masa mudanya, dan lebih menyukai hidup zuhud. Oleh sebab itu, ia
menggubah syair-syair zuhdiyat yang ia himpun dalam al-Mumhishat. Sebagian
besar karya syairnya sudah hilang, sedangkan yang berupa prosa ia tuangkan
dalam karyanya yang diberi nama al-‘Aqd al-Farid. Ia wafat dalam keadaan
lumpuh pada tahun 328/940.
Sastrawan lain yang tidak kalah populer adalah Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid, lahir di Cordova pada tahun 382/992. Sejak muda ia dekat dengan penguasa. Bahkan ketika Cordova dilanda kemelut politik ia tetap mendekat kepada khalifah yang sedang berkuasa. Akan tetapi. orang-orang yang tidak suka selalu berusaha untuk menyingkirkannya dengan menjelek-jelekkan namanya di depan penguasa. Pada masa kekuasaan Hamudiyah penyair ini dipenjarakan dan menerima penghinaan serta penganiayaan yang berat. Ia dibebaskan dalam keadaan lumpuh sampai wafat pada tahun 427/1035 .
Karya lbn Syuhaid, baik prosa maupun puisi, hanya beberapa potong saja yang ditemukan. Karyanya dalam bentuk prosa antara lain Risalah al-Tawabi’ wa al-Zawabigh, Kasyf al-Dakk wa Atsar al-Syakk dan Hanut ‘Athar. la juga menulis beberapa risalah untuk para amir, wazir, sastrawan dan penulis di antaranya berupa kritik sosial. Puisi-puisinya yang bisa ditemukan hanya yang diriwayatkan oleh Ibn Bassam dalam al-Dzahirah, al-Fath ibn Khaqan dalam Matmah al-Anfus, al-Maqaari dalam Nafh al-Thay-yib, Al-Tsa’alibi dalam Yatimah al-Dahr dan Ibn Khallikan dalam Wafayat al-A’yan. Puisi-puisi lbn Syuhaid itu berkisar sekitar madah, ratsa, ghazal, syakwa, fakh, dan washf .
Sastrawan lain yang semasa dengan Ibn Syuhaid ialah Ibn Hazm (384/
994-455/1063). seorang penyair sufi yang banyak menggubah puisi-puisi cinta. Puisi-puisinya yang dihimpun dalam sebuah antologi Permata Seorang Dara, berisi gambaran aspek-aspek percintaan dari pengalamannya sendiri dan
pengalaman orang lain. Kedua orang sastrawan terkemuka itu sempat menyaksikan keruntuhan Khilafah Umawiyah dan meratapi istana Cordova ketika di landa kehancuran.
Kecuali yang tersebut di atas masih banyak sastrawan lainnya- antara lain
Ibn Hani al-Ilbiri (w.362/972), al-Zabidi (w.379/989), Ibn Zamanain (w. 398/ 1007), al-Mushhafi (w. 372/982),Ibn Idris al-Jaziri (w. 394/1003), Ibn Darra al-
Qasthili (w. 1030 M), Ibn Bard (w. 394/1003 ) dan Ibn Zaidun (394/1003- 463/1071). Yang disebut terakhir ini melejit namanya pada masa Muluk al- Thawaif, karena hanya sampai usia 28 tahun ia menyaksikan eksistensi Daulah Bani Umayyah Cordova. Selama 40 tahun berikutnya ia hidup dalam periode Muluk at-Thawaif. Ia dianggap penyair paling besar di Andalusia pada masanya.
Seirama dengan perkembangan syair, berkembang pula musik dan seni
suara. Dalam hal ini tidak bisa dikesampingkan jasa besar Hasan bin Nafi’ yang
Iebih dikenal dengan panggilan Ziryab.la seorang maula dari lrak, murid Ishaq
al-Maushuli seorang musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al-Rasyid.
Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama pemerintahan Abd al-Rahman ll al Ausath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik suara. pengaruhnya masih
membekas sampai sekarang, bahkan ia dianggap sebagai peletak dasar dari musik Spanyol modern. Tidak diingkari, baik oleh sarjana Barat maupun Timur, bahwa orang Arab pula yang memperkenalkan hot: do, re, mi, fa, sol, la, Si. Bunyi-bunyi itu diambil dari huruf-huruf Arab: Dal, Ra, Mim, Fa, Shad, Lam,Sin.
F. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pemisahan Andalusia dari Baghdad secara politis, tidak berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban antara keduanya. Banyak muslim Andalusia yang menuntut ilmu di negeri Islam belahan timur itu, dan tidak sedikit pula ulama dari Timur yang mengembangkan ilmunya di Andalusia. Oleh karena itu, pengaruh Timur cukup besar terhadap perkembangan ilmu dan peradaban di Andalusia.
Kebanyakan umat Islam Andalusia adalah penganut madzhab Maliki. Konon madzhab ini diperkenalkan pertama kali di Andalusia oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman ibn Ziyad al-Lahmi. Ia hidup pada masa Hisyam I bin Abd al- Rahman al-Dakhil, dan belajar Ilmu Fiqh di Madinah dari Imam Malik bin Anas (96-179-715-795). Jejaknya diikuti oleh Yahya bin Yahya al-Laitsi, yang selain memperoleh ilmu dari al-Lahmi, ia juga berguru kepada Imam Malik. Atas usaha al-Laitsi ajaran Malikiyah semakin tersebar di Andalusia, dan menjadi anutan sebagian besar umat Islam di sana. Sebelumnya mereka menganut ajaran Imam Auza’i, seorang Faqih besar yang fahamnya tersebar luas di Syam pada masa kejayaan Daulah Bani Umayyah I.
Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan Ilmu Fiqh di Andalusia, ialah seorang sastrawan Abu Bakar Muhammad ibn Marwan ibn Zuhr (w. 422/1031), di samping Abu Muhammad Ali ibn Hazm w. 455/1063) penyusun al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa f at-Nihal. Semula Ibn Hazm menganut madzhab Syafi’i, tetapi kemudian beralih menjadi pengikut Imam
Daud al-Dhahiri. Oleh karena itu, ia telah berperan dalam mengembangkan dua madzhab ini di Andalusia, di samping ia juga sebagai pemuka gerakan Asy’ariyah di sana. Ia telah menulis sekitar 400 buku tentang sejarah, theologi, Hadits, puisi dan lain-lain.
Dasar pemikiran hukum madzhab Maliki adalah Hadits,. Al-Muwaththa yang memuat sekitar 1700 Hadits Rasulullah saw, adalah karya besar Malik ibn Anas yang sekaligus merupakan Kitab Fiqh madzhab Maliki. oleh karena itu. perhatian muslimin Andalusia terhadap Hadits Rasulullah saw amat besar. Penghafal Hadits terkenal adalah Abu Abd al-Rahman al-Mukhallad (w. 276/887) yang belajar dari para imam dan ulama Hadits di Timur. Selain al- Mukhallad tercarat pula Abu Muhammad Qasim ibn Ashbagh dan Muhamnrad ibn Abd al-Malik ibn Aiman sebagai ulama Hadits kenamaan pada masanya.
Ilmu agama yang juga berkembang amat pesat ialah Ilmu qira’at, yaitu ilmu yang membahas cara membaca lafadh-lafadh al-qur’an yang baik dan benar, Abu Amr al-Dani Utsman ibn Said (w. 444/1052) adalah ulama ahli Qira’at kenamaan dari Andalusia yang mewakili generasinya. la telah menulis 120 buku, diantaranya al-Muqni’u wa al-Taisir.
Menurut Muhammad Shaghir al-Mas’umi, pada abad lV H/X M para pelajar Andalusia pergi ke Bagdad, Bashrah. Damaskus dan Mesir untuk mempelajari Hadits, Tafsir, fiqh, logika dan filsafat. Muhamnrad ibn Abdun al-Jabali pada tahun 347/952 belajar logika kepada Abu Sulaim Muhammad ibn Thahir ibn Bahran al-Sijistani, dan kembali ke Andalusia pada tahun 360/ 965. Sebelumnya dua orang bersaudara Ahmad dan umar ibn yunus al Barrani belajar berbagai ilmu kepada Tsabit ibn Sinan ibn tsabit ibn qurrah di Bagdad sejak tahun 339/935, kembali ke Andalusia pada tahun 35l/956. Abu al-qasim Maslamah ibn Ahmad al-Majriti (w. 391/1007) pergi ke Timur mempelajari manuskrip-manuskrip Arab dan Yunani, kemudian mengembangkan ilmu yang diperolehnya itu di Andalusia. Ia sangat besar jasanya dalam bidang ilmu matematika, astronomi, kedokteran dan kimia dan dianggap sebagai orang yang memperkenalkan Rasail lkhwan al-shafa ke Eropa. pengikutnya antara lain Ibn Shafar, al-zahrawi, al-Karmani dan Abu Muslim Umar ibn Ahmad ibn Khaldun al-Hadlrami. Menurut Qadli Said dan al-Maqarri, ar-Kannani (w. 450/1063) adalah orang pertama yang memperkenalkan Rasair lkhwan al-shafa di Spanyol.
Luthfi Abd al-Badi’ mengemukakan, bahwa Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al-Bathini (269-319 H) dari cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia. Hal ini berarti, filsafat sudah dikenal di semenanjung ini sebelum munculnya al-Jabali. Ilmu tersebut berkembang pesat pada masa al-Nashir dan mencapai puncaknya pada masa al-Mustanshir. Sewaktu para filosuf dikutuk pada masa daulah Amiriyah, ilmu ini mengalami kemunduran drastis, tetapi kemudian muncul kembali dan mengalami kemajuan pesat pada masa Muluk al-Thawaif.
Sejalan dengan perkembangan firsafat, berkembang pura ilmu-ilmu lain. Ilmu pasti yang banyak digemari bangsa Arab berpangkal dari buku India sinbad yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazari pada tahun 154/ 771. Dengan perantaraan ini bangsa Arab mengenal dan mempergunakan angka-angka India yang di Eropa lebih dikenal dengan angka ‘Arab. Sarjana Andalusia kenamaan dalam periode ini antara lain Abu ubaidah Muslim ibn ubaidah al-Balansi, seorang astrolog dan ahli Ilmu Hitung. Ia yang dikenal sebagai shahib al-qiblat, karena banyak sekali mengerjakan shalat, adalah seorang alim mengenai gerakan bintang-bintang.
Astronomi berkaitan erat dengan ilmu pasti. Astronomer Andalusia terkenal selain yang tersebut di muka, antara lain Abu al-qasim Abbas ibn Farnas. Tokoh legendaris ini juga menekuni ilmu pengetahuan alam dan kimia. Percobaan percobaannya yang spektakurer pada masa itu, terah menyebabkan ia dituduh sebagai orang tidak waras. IImu kimia, baik kimia murni maupun kimia terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran. Al-siba’i mengemukakan, bahwa farmasi dan ilmu kedokteran telah
Mendorong para ahli untuk menggali dan mengembangkan ilmu kimia dan ilmu tumbuh-tumbuhan untuk kepentingan pengobatan. oleh karena itu, demikian siba’i dengan mengutip Homeld, ulama-ulama Arablah yang menciptakan apotek dan farmasi.
Dalam bidang kedokteran, muslimin Andalusia tidak ketinggalan oleh
saudara-saudaranya di Timur. Dokter dokter Andalusia kenamaan di antaranya
adalah Ahmad ibn Iyas al-Qurthubi dan at-Harrani pada masa Muhammad I ibn
Abd al-Rahman II al-Ausath, yahya bin Ishaq pada masa Abdullah ibn Mundzir
yang kemudian diangkat menjadi menteri oleh al-Nashir, al-Majriti sebagaimana telah disebut di muka pada masa al-Mustanshir, dan Abu Daud sulaiman ibn Hassan pada masa al-Mu’ayyad. selain nama-nama tersebut, Abu al-qasim al- zahrawi yang di Barat dikenar dengan Abulcasis, memberi kesan tersendiri dalam dunia kedokteran. Ia dikenal sebagai dokter bedah, perintis ilmu penyakit telinga dan pelopor ilmu penyakit kulit. Karyanya yang berjudul at-Tashrif li Man ‘Ajaza ‘an al-Ta’lif, pada abad XII M telah diterjermahkan oleh Gerard of cremona dan dicetak ulang di Genua (1497 M), Basle (1541 M) dan di oxford (1778 M). Beberapa abad lamanya buku tersebut menjadi literatur di universitas universitas Eropa.
Kegemaran mempelajari Hadits menumbuhkan kecenderungan untuk
menekuni sejarah. Aktivitas pengumpulan Hadits melahirkan minat untuk
menghimpun kisah Rasulullah saw, yang dalam tahap berikutnya telah melahirkan usaha ke arah penulisan sejarah yang lebih luas. sejarawan Andalusia terkemuka pada masa awal di antaranya Abu Marwan Abd al-Malik ibn Habib (w. 238/852), seorang penyair yang juga ahli dalam ilmu Nahwu dan Arudl. Mula-mula ia tinggal di Elvira dan cordova, kemudian mempelajari Hadits dan Fiqh Maliki di timur. ia menulis dalam berbagai bidang ilmu, di antaranya sejarah yang salah satu bukunya berjudul al-Tarikh. Buku ini menyerupai model Tarikh al-Thabari. Isi buku ini dimulai dengan pembicaraan mengenai permulaan bumi dan langit diciptakan, sampai kepada penaklukan Andalusia oleh umat Islam. Tampak sekali pengaruh Israiliyat terhadap isi ceritera buku tersebut.
Sejarawan lainnya ialah Yahya ibn Hakam, seorang penyair yang dikenal
dengan al-Ghazzal dan Muhammad ibn Musa al-Razi (w.273/886); yang disebut
terakhir ini mulai menetap di Andalusia pada tahun 250/863. Setelah itu muncul
Abu Bakar Muhammad ibn Umar yang lebih dikenal dengan Ibn al-quthiyah (w.
367/977). Bukunya yang berjudul tarikh lftitah al-Andalus memiliki nilai
tersendiri, karena penafsirannya mengenai peristiwa-peristiwa di Spanyol yang
sebelumnya tidak diketahui oleh orang Arab. Isi buku ini dimulai dari
penaklukan Andalusia sampai masa pemerintahan Abd al-Rahman III al-
Nashir. Sezaman dengan Ibn al-Quthiyah ialah Uraib ibn Saad (w. 369/979).
Moyangnya adalah keturunan Nasrani cordova yang sudah masuk Islam. Ia
meringkas Tarikh al-Thabari dan menambahkan kepadanya tentang Maghrib dan Andalusia, di samping memberi catatan indek terhadap buku tersebut.
Sejarawan lainnya yang juga tidak bisa dikesampingkan ialah Hayyan ibn
Khallaf ibn Hayyan (w.469/1076). Ia adalah sastrawan kenamaan di samping
sebagai seorang sejarawan besar pada masanya. Banyak buku yang ia tulis,
tetapi hanya dua judul yang masih bisa dikenal, yaitu al-Muqtabis fi Tarikh Rijal al-Andalus dan al-Matin. Al-Muqtabis yang isinya dimulai dari ceritera tentang penaklukan Andalusia itu, terdiri dari sepuluh jilid. tetapi hanya tiga jilid yang bisa ditemukan. Adapun al-Matin terdiri dari 60 jilid, dan hanya bagian kecil yang dikutip oleh Ibn Bassam dalam al-Dakhirah, yang masih bisa diketahui. Ia juga dikenal sebagai ahli ilmu bumi. Hal ini tampak jelas ketika ia
menceriterakan tentang kota al-Zahra yang dibangun oleh al-Nashir.
Seorang lagi penulis biografi kelahiran Cordova, bernama Abu al-Walid
Abdullah bin Muhammad ibn al-Faradli. Ia dilahirkan pada tahun 351/962 dan
pernah menjabat sebagai qadli di Valencia sampai wafat pada tahun 403/1013.
Salah satu bukunya yang berjudul Tarikh Ulama’i al-Andalus dilengkapi oleh
Ibn Basykuwal Abu al-Qasim Khalif ibn Abd al-Malik, dengan judul Kitab al-
Shilah fi Tarikh A’immah al-Andalus dan diterbitkan pada tahun 533/1139. Al Shilah dilengkapi lagi oleh Abu Abdillah Muhammad ibn al-Abrar (1199-1260),
dengan judul al-Takmilah li Kitab al-Shitah.
Masih banyak lagi sejarawan terkenal, seperti Ibn Abd Rabbih, Ibn Hazm
dan lain-lain yang sudah disinggung di muka. Yang menarik dari uraian di atas,
ialah bahwa setiap sarjana pada waktu itu dapat mahir bahkan menjadi ahli
dalam berbagai cabang ilmu. Seorang filosuf misalnya, secara serentak ia juga
sebagai astronomer, penyair atau musikus; seorang sejarawan bisa menjadi ahli
fiqh. ahli bahasa, theolog, dokter, ahli filsafat dan sebagainya. Hal ini dikarenakan, “penuntutan ilmu di dalam dunia kuno dari Abad Pertengahan – teristimewa dalam dunia Islam jauh berkurang spesialisasinya dibanding dengan kebiasaan orang zaman sekarang”.
Prestasi umat Islam dalam memajukan ilmu pengetahuan tidak diperoleh
secara kebetulan, meiainkan dengan kerja keras melalui beberapa tahapan sistem pengembangan. Mula-mula dilakukan penerjemahan kitab-kitab klasik yunani, Romawi, India dan Persia, kemudian dilakukan pensyarahan dan komentar terhadap terjemahan-terjemahan tersebut, sehingga lahir komentator-komentator muslim kenamaan. Setelah itu dilakukan koreksi terhadap teori-teori yang sudah ada, yang acapkali melahirkan teori baru sebagai hasil renungan pemikir-pemikir muslim sendiri. oleh karena itu, umat Islam tidak hanya berperan sebagai jembatan penghubung warisan budaya lama dari zaman klasik ke zaman baru, melainkan telah berjasa pula menemukan teori-teori baru. Terlalu banyak teori orisinil temuan mereka yang besar sekali artinya sebagai dasar ilmu pengetahuan modern. Tahapan-tahapan seperti ini terbatas dalam pengembangan ilmu aqliyah, tidak dalam ilmu naqliyah.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu tidak
terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara penguasa, hartawan dan
ulama. umat Islam di negara-negara Islam waktu itu berkeyakinan bahwa
memajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umumnya, merupakan salah satu
kewajiban pemerintahan. Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat
untuk mengadakan perpustakaan-perpustakaan, di samping mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. sekolah dan perpustakaan, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi, banyak dibangun di berbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota-kota besar sampai ke desa desa. cordova yang oleh philip K. Hitti dijuluki Mutiara Dunia, pada masa al-Mustanshir memiliki tidak kurang dari 800 buah sekolah, 70 perpustakaan pribadi di samping perpustakaan
umum. Al-Mustanshir konon berhasil mengumpulkan buku sebanyak 400.000.
eksemplar untuk perpustakaannya, baik dengan cara membeli maupun menyalin
dari naskah aslinya. Untuk keperluan itu ia telah mengirim agen-agennya ke
Iskandariyah, Damaskus maupun Bagdad. Judul-judul buku itu dimuat dalam
katalog yang terdiri dari 44 bagian: setiap bagian memuat 20 halaman tentang
karangan yang merupakan syair. Ketika ia mendengar bahwa di Irak Abu ar-
Faraj al-Isbahani sedang menyusun Kitab al-Aghani, iamengirimkan uang 1.000
dinar kepada pengarangnya, untuk mendapatkan copy pertama dari buku
tersebut. oleh karena itu, kitab al-Aghani ini lebih dulu dibaca orang di Andalusia daripada di Irak di mana pengarangnya berada.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat
maju, sehingga hampir tidak ada seorang pun penduduknya yang buta huruf.
Dalam pada itu, Eropa Kristen baru mengenal asas-asas pertama ilmu pengetahuan, itu pun terbatas hanya pada beberapa orang pendeta saja. Dari
Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban Arab mengalir ke negara-negara
Eropa Kristen, melalui keompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah,
menuntut ilmu di universitas cordova, Maraga, Granada, sevilla atau lembaga lembaga ilmu pengetahuan lainnya di Andalusia. Dengan demikian, besar sekali
peranan Andalusia dalam mengantarkan Eropa memasuki periode baru masa
kebangkitan.